Select Menu

BEASISWA

BEASISWA

BEASISWA

Pelayan Rakyat

BEASISWA

BEASISWA

Pelayan Rakyat

Debat pilgub DKI 2017. ©2017 Merdeka.com/muhammad luthfi rahman
KPU DKI Jakarta tengah melakukan pengumpulan data hasil pencoblosan Pilgub DKI pada 15 Februari 2017. Namun, sejumlah hasil hitung cepat menyatakan, Pilgub DKI akan berlangsung dua putaran antara pasangan Basuki T Purnama ( Ahok) - Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan - Sandiaga Uno.

Anggota KPU DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos mengatakan, KPU DKI baru akan mengumumkan hasil Pilgub DKI 15 Februari pada 25 sampai 27 Februari nanti. Dari hasil itu, baru KPU akan menentukan apakah ada putaran kedua atau tidak di Pilgub DKI 2017.

"Setelah kita tetapkan bahwa tanggal 25 selesai misalnya penghitungan suara, lalu kita tunggu apakah ada pasangan calon mengajukan permohonan sengketa 3 hari setelah penetapan, kalau tidak ada, tanggal 4 Maret, kita menetapkan apakah ada putaran kedua atau tidak," kata Betty saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (22/2).

Menurut dia, di putaran dua juga ada tahapan kampanye, namun tidak lama seperti putaran pertama. Dia juga mengatakan, putaran kedua, tidak ada lagi pengundian nomor urut calon.

"Kalau misalnya, tanggal 4 Maret diumumkan berarti tanggal 7 Maret mulai kampanye sampai tanggal 16 April. 19 April pencoblosan," tutur dia.

Betty menegaskan, tahapan tersebut baru perkiraan, karena belum ada hasil resmi dari pencoblosan 15 Februari lalu. 

"Intinya tahapan yang akan kita lakukan adalah kampanye, ada kegiatan perbaikan data pemilih, apakah ada putaran kedua, kemudian hari H pemungutan suara, diperkirakan 19 April," tutup dia.

Suasana banjir di Kantor Gudang Garam, Sunter, Jakarta, 21 Februari 2017. Dok. Juliwati
Jakarta - Banjir masih menggenangi sejumlah titik di wilayah Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hingga saat ini, pihaknya menerima sekitar 401 laporan terkait dengan banjir di Jakarta dan sekitarnya. "Ada 54 titik banjir dan genangan," kata Sutopo melalui keterangan tertulis.

Sutopo menjabarkan, 54 titik banjir tersebut terdiri dari 11 titik di Jakarta Selatan, 29 titik Jakarta Timur, dan 14 titik di Jakarta Utara. Di wilayah Jakarta Selatan, ketinggian air berkisar antara 20 hingga 50 sentimeter.

Baca:

Jelang putaran kedua Pilgub, Ahok & Anies saling serang soal banjir


Sementara di Jakarta Timur, ketinggian air antara 10 sentimeter hingga satu meter dan di Jakarta Utara, ketinggian air mencapai 90 centimeter. "Banjir juga merendam wilayah Bekasi, seperti Jakasetia dan Jakasampurna, sementara di Tangerang terdapat di Pondokranji," katanya.

Sutopo menambahkan, banjir kali ini disebabkan drainase perkotaan tidak mampu menampung aliran air sehingga sungai-sungai meluap dan aliran dari drainase tak bisa dialihkan ke sungai. Berikut ini data ketinggian banjir di tiga wilayah tersebut.

Jakarta Selatan
1. JOR Arah Pondok Indah, Jakarta Selatan, 30 cm
2. Duta Indah Blok M, Jakarta Selatan, 32 cm
3. Kompleks Kejagung Blok H, Jakarta Selatan, 30 cm
4. Kalibata City, Jakarta Selatan, 30-40 cm
5. Mampang, Jakarta Selatan, 20-50 cm
6. Simprug Golf Senayan, Jakarta Selatan, 15 cm
7. Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 40 cm
8. Jalan Pancoran Barat, Jakarta Selatan, 40 cm
9. Jalan Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Selatan, 20-30 cm
10. Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, 20-40 cm
11. LAN Pejompongan, Jakarta Selatan, 30 cm

Jakarta Timur
1. Kebon Pala, Kampung Makasar, Jakarta Timur, 40 cm
2. Pondok Kelapa, Permukiman Rumah Lampiri, 30-50 cm
3. Kompleks Bilimun 70 cm
4. Jalan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, 20-30 cm
5. Pondok Kelapa, Lembah Lontar, Jakarta Timur, 100 cm
6. Pondok Kelapa, Lembah Nyiur, Jakarta Timur, 30 cm
7. Taman Malaka Selatan 3, Jakarta Timur, 100 cm
8. Jalan Pendidikan Raya, Jakarta Timur, 50-60 cm
9. Rumah Sakit Duren Sawit, Jakarta Timur, 40-50 cm
10. Delapan titik di Klender, Jakarta Timur, 10-20 cm
11. Dua titik di Duren sawit, Jakarta Timur, 20-30 cm
12. Perumnas Klender, Jakarta Timur, 50 cm
13. RW 5, Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur, 40 cm
14. Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur, 10-12 cm
15. Kelurahan Rawa Terate, Jakarta Timur, 40-60 cm
16. Perum Jatinegara Indah, Jakarta Timur, 30 cm
17. Pulogebang PHP, Jakarta Timur, 20-30 cm
18. Cakung Timur, Jakarta Timur, 30 cm
19. Cakung, Jakarta Timur, 30-40 cm
20. Garden City Cakung, Jakarta Timur, 40 cm
21. Kompleks Keuangan, Jakarta Timur, 20 cm
22. Layur, Jakarta Timur, 14 cm
23. Jalan Balai Pustaka, Jakarta Timur, 50 cm
24. Jalan Pemuda, Rawa Mangun, Jakarta Timur 20 cm
25. Jalan Rawamangun, Jakarta Timur, 30 cm
26. Pulomas Kayu Putih, Jakarta Timur, 40 cm
27. Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur, 10-15 cm
28. Kayumas Utara, Jakarta Timur, 40 cm
29. Kayu Manis I, Jakarta Timur, 30 cm

Jakarta Utara
1. Pulo Nangka Timur, Jakarta Utara, 30 cm
2. Kelapa Gading, Jakarta Utara, 20-30 cm
3. Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, 40 cm
4. Kompleks Janur Indah, Jakarta Utara, 15-25 cm
5. Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, 25 cm
6. Boulevard MOI, Jakarta Utara, 28 cm
7. Pegangsaan, Jakarta Utara, 60 cm
8. RW 12, Pegangsaan 2, Jakarta Utara, 40 cm
9. Tugu Utara Plumpang, Jakarta Utara, 80 cm
10. Kelurahan Laboa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, 20-80 cm (dua titik)
11. Pasar Rebo, Jakarta Timur, 50 cm
12. Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur, 40-90 cm
13. Kelurahan Kramat Jati, Jakarta Timur, 60 cm
14. Kelurahan Pondok Gede, Jakarta Timur, 20-70 cm

INGE KLARA SAFITRI
Sumber : https://metro.tempo.co/read/news/2017/02/21/083848593/banjir-kepung-ibu-kota-ini-54-titik-genangannya (jmp/ml)
Rapat konsolidasi DPD PDIP se-Indonesia. ©2017 merdeka.com/anisatul umah
Merdeka.com - Pilgub DKI antara Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok)- Djarot Saiful Hidayat kemungkinan besar berlangsung dua putaran. Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sebagai pihak yang mengusung Ahok-Djarot menegaskan akan melakukan lobi ke partai pengusung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam Pilpres 2014.

"Akibat harus melaksanakan putaran kedua, kita juga melobi partai yang saat pemilu presiden ada di putaran KIH," kata Megawati saat memberikan sambutan dalam rapat konsolidasi dengan DPD PDIP se-Indonesia di Kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro,Jakarta Pusat, Selasa, (21/02).

Menurut Megawati, dari wujud kemenangan Pilkada DKI, menunjukkan kekuatan kebhinekaan Indonesia masih cukup kuat. Megawati mengungkapkan NKRI terbentuk karena persatuan dan kesatuan, bukan karena hal yang diupayakan pihak yang melakukan penekanan yang tidak sewajarnya dilakukan.


"Dari wujud bentuk kemenangan, sementara saya hanya bicara DKI, kekuatan kebhinekaan kita masih sangat besar," pungkasnya.

Serah terima Plt Gubernur DKI. ©2016 Merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tetap berpegang pada keputusannya meski desakan pencopotan terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok semakin kencang berhembus. Tjahjo menegaskan keputusannya itu mengacu Pasal 83 tentang UU Pemerintah Daerah.

Pemberhentian sementara berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tjahjo siap diberhentikan dari jabatannya sebagai menteri jika dia salah mengambil keputusan terkait status Ahok yang kini menjadi polemik.

"Kalau saya salah saya siap bertanggungjawab, saya siap diberhentikan. Siap karena ini yang saya pahami 2 tahun sebagai menteri," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/2).

Politisi PDIP ini juga siap mempertanggungjawabkan sikapnya ke Presiden Joko Widodo. Sikapnya ini pun telah disampaikan ke Kepala Negara. Tjahjo mengatakan, sikapnya itu didasari atas dakwaan Ahok yang terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Maka dari itu, Tjahjo menegaskan nasib Ahok sebagai Gubernur DKI harus terlebih mengacu tuntutan jaksa untuk memastikan pasal mana yang akan digunakan. Kasus Ahok bukan yang pertama. Peristiwa hampir serupa juga terjadi pada Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang tersangkut kasus dugaan pencemaran nama baik. Namun, Tjahjo tidak menonaktifkannya.

"Sudah banyak saya lakukan kepada kepala daerah. Kalau tertangkap KPK kan jelas, lebih dari 5 tahun pasti terdakwa ditahan ya langsung saya berhentikan. Kalau ini kan baru ada 2 kasus yang di Gorontalo dan Pak Ahok. Yang bukan masalah korupsi dan dua-duanya terdakwa dan dua-duanya tidak ditahan. Ada multitafsir menurut tim hukum Kemendagri," ujarnya.

Terkait status Ahok ini, Tjahjo Kumolo telah meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) sebagai jalan keluar dari status Ahok sebagai Gubernur DKI yang menjadi polemik. Namun, MA enggan mengeluarkan fatwa sesuai permintaan Mendagri. 

ahok anies. ©2017 Merdeka.com
Pilgub DKI putaran dua akan diselenggarakan pada 19 April 2017 mendatang. Tensi politik ibu kota pun kembali memanas.

Calon Gubernur DKI nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama dan nomor urut 3, Anies Rasyid Baswedan mulai saling serang. Kali ini, persoalan banjir yang dijadikan bahan untuk saling sindir.

Anies menuding calon petahana belum merampungkan persoalan banjir, terlihat dari beberapa wilayah di DKI yang masih digenangi air belakangan ini lantaran curah hujan yang cukup tinggi.

"Dikira udah bebas banjir ya? artinya memang kita harus lebih objektif dalam menilai perkembangan selama ini. Kadang-kadang kita menganggap itu enggak ada masalah, semua masalah sudah selesai semua padahal masih banyak masalah yang ada," kata Anies di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, Kamis (16/2).

"Karena itu kenapa kita menawarkan perubahan karena kita ingin agar berbagai terobosan itu bisa dilakukan lebih cepat nanti kita lihat," sambungnya.

Menurut Anies, untuk mengatasi banjir di Jakarta harus melibatkan semua pihak. Anies menegaskan, dirinya dan Sandi telah memiliki konsep agar Jakarta terbebas dari banjir.

Saat meninjau lokasi banjir di Bukit Duri, Anies mengaku tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi banjir kali ini, pasalnya ia belum menduduki kursi orang nomer satu di DKI.

"Saat ini saya belum menjadi gubernur jadi belum bisa berbuat langsung," ungkapnya.

Ia pun mempertanyakan program normalisasi yang dinilainya mandek 3 tahun. "Masa mandek 3 tahun. 3 tahun mandek, apa sebabnya saya belum tahu tapi laporannya 3 tahun berhenti," ucap Anies.

Menjawab sindiran Anies, Ahok menuding jika mantan Rektor Universitas Paramadina itu tidak mengerti matematika.

"Ah gak usah ngomong lah, capek jadi politik. Kamu ngerti matematik enggak sih? dari dua ribuan (titik banjir) jadi 400 an, dari 400 tinggal 80, kalau itu normalisasi enggak bener, apakah bisa turun tinggal 80?," kata Ahok, di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Senin (20/2).

Ahok menambahkan, jika program normalisasi tidak benar berarti orang-orang yang tergabung dalam Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerja Umum, bukanlah orang-orang pintar.

"Kalau normalisasi enggak bener, berarti seluruh orang-orang di negeri ini salah semua pak, PU pusat pinter-pinter merancang ini, berarti salah semua. Profesor juga banyak loh disana," ujar Ahok.

"Sekarang kalo dari 2.000 berkurang jadi 80 berarti berhasil, kalau dari duit lu 2.000 jadi 80 perak itu gagal. Kalau duit berkurang itu gagal, tapi kalau bencana berkurang berarti berhasil, dong," tandas Ahok.

Foto: Lamhot Aritonang/detikcom
Jakarta - Calon Gubernur DKI Anies Baswedan berbicara soal program rumah tanpa uang muka (down payment/DP). Dia berkata program itu insya Allah sesuai dengan aturan.

"Ada pasalnya di situ, Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016. Nanti Anda lihat di pasal 17. Insya Allah (sesuai aturan)," ujar Anies di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (17/2/2017).

Anies juga menjelaskan soal programnya itu. Dia pertama-tama meluruskan pernyataan banyak pihak yang sering salah menyebut program rumahnya itu adalah program rumah dengan DP nol persen. 

"Bukan nol persen, nggak ada DP nol persen. DP Rp 0," katanya.

Lantas, apa beda antara DP nol persen dengan DP Rp 0?

"DP itu sekali, jadi diberikan sekali. Kalau kredit, nah, itu ada persennya. Cicilan ada persennya. Kalau DP kan uang yang diberikan di awal. Bukan nol persen, tapi nggak bayar, Rp 0 atau tanpa DP. Persen itu kalau ada cicilan," jelasnya. 

Menurut Anies, program rumah tanpa DP yang digagasnya bertujuan untuk menghadirkan solusi bagi warga Jakarta yang ingin mempunyai rumah. Program rumah tanpa DP ini juga disebutnya sebagai sebuah terobosan. 

"Itu sudah dikerjakan para pengembang, yang penting bukan nol persen atau tidaknya. Tujuan kita adalah memberikan solusi bagi warga Jakarta karena kenyataannya warga Jakarta sekarang banyak yang nggak memiliki rumah. Masak gubernurnya cuma berpangku tangan? Nggak boleh," ujarnya. 

"Kok urusan lain bisa bikin terobosan dan urusan ini nggak bisa bikin terobosan? Kenapa? Bukannya ini hajat hidup orang banyak, apakah khawatir dengan pengembang? Kalau nggak khawatir dengan pengembang, ya jalankan ini," sambungnya. 

Menurut Anies, programnya ini juga sudah diukur dari sisi ekonomi warga Jakarta. Anies berkata solusinya ini tidak boleh disalahkan apabila pihak lain tidak memiliki solusi untuk masalah yang sama. 

"Harga terjangkau itu bukan hanya harganya saja, tetapi financing-nya terjangkau. Nah, kami mau menawarkan supaya warga Jakarta punya solusi. Kalau Anda nggak punya solusi, jangan salahkan orang yang punya solusi. Buatlah solusi alternatif untuk menyelesaikan permasalahan warga Jakarta yang kesulitan mendapatkan rumah sebagai hak milik," tegasnya. 

Foto: Mada Sukmajati (Foto: dokumentasi pribadi)
Hasil hitung cepat Pilkada DKI Jakarta putaran pertama tahun 2017 memperlihatkan bahwa paslon nomor 1 Agus-Sylviana mendapatkan sekitar 17 persen suara, paslon nomor 2 Ahok-Djarot memperoleh sekitar 43 persen suara, dan paslon nomor 3 Anies-Sandiaga mampu menarik dukungan sekitar 40 persen suara. 

Hasil hitung cepat yang dilakukan oleh beberapa lembaga jejak pendapat terpercaya ini (agak) di luar prediksi banyak orang. Dengan melihat hasil jejak pendapat di periode-periode sebelumnya, banyak yang tidak menyangka bahwa Agus-Sylviana mendapat suara serendah itu. Demikian juga dengan Ahok-Djarot yang terlihat optimis untuk memenangkan pilkada kali ini dalam satu putaran. Tidak sedikit juga yang agak terkejut dengan perolehan suara Anies-Sandiaga yang setinggi itu. 

Mengapa hasil pilkada DKI putaran pertama tahun 2017 bisa seperti ini? Tentu saja ada berbagai jawaban atas pertanyaan itu. Tulisan ini memilih tiga fokus utama. Pertama, hasil pilkada DKI putaran pertama merupakan dampak dari strategi elektoral semua paslon. Kedua, hasil sementara itu juga menunjukkan sejauh mana semua paslon mampu meyakinkan pemilih dengan agenda politik yang ditawarkan. Ketiga, hasil hitung cepat itu menunjukkan karakter para pemilih Jakarta.

Secara umum, kita dapat melihat karakter dari strategi elektoral dari masing-masing paslon. Karakter dari strategi mobilisasi dukungan yang digunakan paslon nomor 1 adalah ofensif dengan bertumpu pada isu primordial. Sejak proses pencalonannya, Agus-Sylviana memang sudah merasa tidak mampu untuk adu program dengan paslon nomor urut 2. Di bawah bayang-bayang SBY paslon ini dibentuk. 

Figur Sylviana dipilih agar paslon ini tidak terlalu keteteran dalam merumuskan agenda alternatif untuk menghadapi paslon nomor 2 yang merupakan petahana. Strategi ini semakin berkembang ketika terjadi insiden Al-Maidah ayat 51 dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Dalam proses mobilisasi, paslon nomor 1 ini berusaha menarik keuntungan dari aksi 411, 212 dan 112. Strategi ini kemudian didukung oleh upaya SBY membangun persepsi publik, terutama melalui media sosial.

Sedangkan karakter utama dari strategi elektoral dari paslon nomor 2 adalah defensif dengan fokus pada penekanan berbagai pencapaian kinerja mereka sebagai petahana. Di tengah upaya itu, paslon nomor 2 diganggu oleh serangan-serangan primordial yang mengarah ke figur personal Ahok, yaitu Ahok sebagai calon pemimpin non-Muslim dan non-pribumi. Menghadapi berbagai serangan yang sangat intensif ini, beberapa kali terlihat Ahok sempat akan tergelincir. 

Di sinilah kita melihat peran penting dari figur Djarot dalam paslon nomor urut 2 ini. Djarot memainkan peran yang sangat apik untuk menjaga pasangan ini tetap fokus pada kinerja mereka selama periode sebelumnya. Berbeda dengan paslon nomor 1, paslon nomor 2 mengandalkan pada bekerjanya mesin relawan. Tidak semua mesin partai pendukung bekerja secara optimal dalam membantu paslon nomor 2 dalam memobilisasi dukungan. Selama masa kampanye, peran Partai Golkar terlihat sangat minim. 

Yang menarik, di tengah dinamika elektoral antar kedua paslon tersebut, paslon nomor 3 pada awalnya bersifat wait and see. Pasangan ini seakan menunggu momentum yang tepat sebelum mengambil posisi yang pas di tengah kompetisi yang ada. Jika menggunakan analogi dalam sepakbola, paslon nomor 3 pada awalnya menunggu bola muntah dari bola liar yang dimainkan oleh paslon nomor 1 dan paslon nomor 2. 

Anies-Sandiaga berusaha mengambil positioning yang berbeda, yaitu dengan membangun persepsi bahwa mereka mengembangkan politik santun. Menjelang hari pemungutan suara, strategi elektoral paslon no 3 ini kemudian semakin ofensif. Hampir sama dengan paslon nomor 2, paslon nomor 3 juga mengandalkan pada jaringan relawan dan dukungan mesin partai, terutama PKS, dalam memobilisasi dukungan.

Sedangkan jika dilihat dari agenda yang ditawarkan oleh semua kandidat, kita juga melihat pola yang berbeda. Paslon nomor 1 menawarkan agenda-agenda yang bersifat populis. Salah satunya adalah program pemberian dana Rp 1 miliar untuk tiap Rukun Warga (RW). Program alternatif lain yang ditawarkan adalah membangun tanpa menggusur. Paslon nomor 1 ini juga menawarkan konsep Kartu Jakarta Satu. Dari tiga forum debat publik yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta, program-program yang ditawarkan paslon nomor 1 ini terlihat seperti pepesan kosong, ambisius, dan tidak fisibel untuk dilakukan. 

Untuk paslon nomor 2, agenda yang ditawarkan terkesan konservatif dan terasa memelihara status quo. Semangat perubahan tidak terasa kuat dalam program-program yang disampaikan dalam berbagai forum kampanye dan debat publik. Sebagai paslon petahana, mereka memang perlu untuk memberikan penekanan pada pencapaian-pencapaian kinerja. Namun demikian, pendekatan retrospektif yang berlebihan seperti ini justru berakibat pada kaburnya program-program yang bersifat prospektif. 

Dengan kata lain, pendekatan retrospektif membuat agenda baru, terobosan, dan inovasi tidak terlihat cukup kuat. Karena terlalu defensif dalam menghadapi serangan dari paslon lain, paslon nomor 2 juga terlihat menjelma menjadi superman. Kesan kaku dan formalistik kemudian justru lebih menonjol dalam memberi solusi atas masalah perkotaan di Jakarta. Salah satu contoh adalah ketika paslon nomor 2 menampilkan kasus penataan daerah Kalijodo sebagai prestasi baik mereka. Padahal penggusuran Kalijodo sebelumnya telah menimbulkan kontroversi tersendiri.

Forum debat publik sepertinya dimanfaatkan dengan sangat baik oleh paslon nomor 3. Ditunjang dengan kemampuan komunikasi publik yang sangat baik, Anies mampu menjelaskan alternatif solusi bagi berbagai persoalan strategis di Jakarta. Pasangan nomor 3 juga mampu memilih sisi lain dalam program pembangunan di Jakarta yang membedakannya, terutama dengan paslon petahana. Termasuk di sini adalah isu kualitas manusia, nilai-nilai keagamaan, dan tingkat ketimpangan sosial, serta isu lain dalam tingkatan yang lebih konseptual. 

Pada sisi yang lain, Sandiaga juga menawarkan program Oke Oce untuk menjawab tuntutan riil masyarakat Jakarta, terutama dalam bidang ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran. Pendeknya, paslon nomor 3 mampu memberikan persepsi di kalangan publik bahwa mereka lebih santun, lebih manusiawi dan lebih substansial dibandingkan dengan paslon lain. 

Sedangkan dari sisi pemilih, secara umum kita melihat bahwa perilaku memilih warga Jakarta bersifat rasional. Forum debat publik yang ditampilkan secara langsung ternyata cukup mempengaruhi tingkat dukungan masyarakat terhadap calon. Sebagian pemilih mendapatkan kesan baik dari tindakan konkret paslon nomor 2. Sebagian yang lain mengapresiasi kematangan konseptual paslon nomor 3 dalam membangun Jakarta ke depan. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai hasil jejak pendapat sebelumnya yang dilakukan secara berkala, di mana paslon nomor 1 terus menurun, paslon nomor 2 cenderung stabil, dan paslon nomor 3 terus meningkat. 

Namun demikian, sikap rasional tersebut tidak berarti mengabaikan faktor agama dan kesukuan. Meskipun menyandang status sebagai ibu kota Jakarta, pengelompokan masyarakat di Jakarta tidak bisa sepenuhnya lepas dari basis-basis primordial. Sikap rasional-religius ini menunjukkan bahwa masyarakat Muslim Jakarta adalah Muslim moderat dengan beberapa karakter utama. 

Pertama, mereka akan marah jika agamanya dilecehkan. Kedua, mereka semakin sadar akan berbagai problematika perkotaan Jakarta yang perlu segera diselesaikan oleh para pemimpin. Ketiga, mereka juga memiliki kemampuan untuk membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah kepentingan politik elektoral.

Hasil hitung cepat sejauh ini menunjukkan bahwa pilkada DKI Jakarta akan berlanjut ke putaran kedua, di mana Ahok-Djarot akan berhadapan dengan Anies-Sandiaga. Ada berbagai variabel tetap di putaran pertama ini yang akan tetap bekerja di putaran kedua. 

Namun demikian, ada beberapa varibel juga yang dipastikan akan berubah. Apakah isu primordial masih akan menjadi isu utama di putaran kedua nanti? Bagaimana dengan sumberdaya yang dimiliki paslon nomor 1 yang tereliminir di putaran pertama akan dimanfaatkan pada putaran kedua? Dan apakah pemilih akan mengubah pilihannya di putaran kedua nanti? Politik Jakarta sangat dinamis. Karenanya, tidak mudah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

*) Mada Sukmajati adalah Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisipol) Universitas Gajah Mada (UGM). 
*) Sumber : https://news.detik.com/kolom/3424042
Sandiaga Uno memaparkan Visi-Misi dalam penjaringan Bacagub DKI Jakarta di DPW PKB, Jakarta, 1 Juni 2016. TEMPO/Abdul Azis
Ketua Dewan Syuro PKB Fachrurazi mengatakan keputusan partai berpindah dukungan ke pasangan nomor 3 itu melalui pertimbangan yang matang dan musyawarah. Sebelumnya, PKB menyokong pasangan nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, kini mereka membelot ke pasangan nomor 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. “Paslon nomor 3 adalah paslon paling dekat dengan ulama, insya Allah keputusan ini berkah,” kata Fachrurazi dalam siaran tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 9 Februari 2017.

Dijelaskannya, pada Rabu malam, 8 Februari 2017, di Resto Raden Bahari Buncit, Jakarta Selatan, sejumlah fungsionaris PKB Jakarta Selatan mendeklarasikan dukungan kepada pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies-Sandi. Selain dianggap dekat dengan ulama, tidak ada alasan lain yang dikemukakan kenapa PKB Jakarta Selatan berpindah dukungan.

Menurut Ketua Pengurus Cabang PKB Ahmad Huzaifi, partainya sejak awal telah menjalin hubungan dengan Sandiaga ketika masih menjadi bakal calon gubernur. “Ini adalah bentuk konsistensi kami terhadap kesepakatan yang telah lama dijalin untuk mendukung Sandiaga Uno,” tuturnya.

PKB merupakan salah satu partai pendukung pasangan calon nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Keputusan partai di tingkat pusat itu rupanya tak sejalan dengan tingkat wilayah Jakarta Selatan. PKB Jakarta Selatan menyadari bahwa keputusan mendukung Anies-Sandi berseberangan dengan struktur di atasnya.

Setelah deklarasi, fungsionaris PKB Jakarta Selatan juga bermetamorfosis menjadi relawan Jakarta Bangkit, dan menunjuk Dedi Sulaeman, salah satu fungsionarisnya, menjadi koordinator relawan pendukung Anies-Sandi. Atas keputusan itu, Dedi menyatakan siap akan segala konsekuensinya. “Relawan Jakarta Bangkit akan berafiliasi dan memberikan dukungannya, serta akan berjuang memenangkan pasangan calon nomor 3,” ujar Dedi.

FRISKI RIANA

Baca Juga: 
Awal Mula Dukungan PKB ke Sandiaga Uno
Sumber : https://pilkada.tempo.co/read/news/2017/02/09/348844667/alasan-pkb-membelot-pasangan-anies-sandi-dekat-dengan-ulama