Select Menu

BEASISWA

BEASISWA

BEASISWA

Pelayan Rakyat

BEASISWA

BEASISWA

Pelayan Rakyat

» » » Ketika Buah dari Narasi Kampanye Anies Tidak Lagi Manis


Unknown 02.49 0

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Sumber: CNNIndonesia).
Bagi saya, narasi kampanye Anies sudah mulai tak elok. Dengan berjalannya pilkada DKI Jakarta memasuki putaran kedua, jalan panjang ini malah makin menampakkan sikap kontradiktif dari kubu Anies sendiri. Salah satu kontradiksi ini adalah pernyataan Anies berkenaan jangan mencampur adukkan politik dengan agama. Dalam menyikapi pernyataan kosong ini, saya mencoba menyegarkan kembali ingatan kita tentang video rekaman Anies yang sedang berkampanye di salah satu Masjid pada putaran pertama. Berikut ini saya tampilkan rekaman tersebut:
Anies Minta Urusan Politik Tak Dicampurkan dengan Agama – Kompas.com
Video tersebut direkam oleh simpatisan Anies sendiri, dan diperkirakan berlokasi di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Nampak jelas sekali Anies sedang berkampanye, mulai dari pesan hingga formasi jari membentuk angka tiga, sesuai dengan nomor urut pilkada Anies-Sandi. Dan kejadian ini sudah terjadi sedari putaran pertama berlangsung.
Video ini cukup untuk menjadi saksi bahwa Anies itu mencla-mencle. Pagi kedele, sore tempe. Seharusnya, kalau seorang akademisi seperti Anies konsisten untuk tidak mau mengaduk agama ke dalam pilkada, ia selayaknya mengerti bahwa tidak layak untuk berkampanye di dalam rumah ibadah untuk urusan politik praktis. Ini pun sebenarnya sudah menyalahi aturan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai pemilihan kepala daerah. Tapi, adakah sanksi untuknya selama ini?
Polemik Pelarangan Shalat bagi Jenazah Pemilih Paslon Nomor Dua
Sebenarnya spanduk-spanduk provokatif dan pemecah belah yang dapat menciptakan konflik horizontal ini sudah lama beredar. Anies melalui jejaring basis massanya seperti PKS pasti sudah lama tahu tentang berita ini dan dapat bersikap jauh lebih cepat untuk menghentikan politisasi agama seperti ini. Pertanyaannya, kenapa ia dan kubunya diam? Entah kenapa ia baru mulai bersuara ketika arah kampanye hitam ini sudah mulai menjadi panah yang berbalik arah dan menyerang dirinya. Setidaknya sudah tersebar beberapa foto di sosial media yang menangkap momen beberapa orang berpose dengan tiga jari. Bahkan ada yang berpakaian “salam bersama”  ala timses Anies-Sandi. Berikut ini beberapa fotonya:
Para pendukung Anies-Sandi dan Spandung Larangan Shalat Jenazah Pendukung Ahok. (Sumber: Penelusuran Google.com)
Para pendukung Anies-Sandi dan Spandung Larangan Shalat Jenazah Pendukung Ahok. (Sumber: Penelusuran Google.com)
Bagaimana pun, sulit untuk tidak mengaitkan tindakan fanatisme sempit dari politisasi keagamaan ini dengan kelompok massa dari paslon nomor tiga. Dengan melihat komposisi dari kelompok pendukung Anies, juga foto yang tersebar, tidak sulit menarik kesimpulan bahwa aksi rasis ini digerakkan oleh kubu mereka. Kita harus mengkhawatirkan sikap dua muka seperti ini dari calon pemimpin kita. Di depan mengatakan tidak, tapi di belakang bermain yang tidak-tidak.
Saya sangat menyesalkan sikap Anies dan pembiarannya. Padahal dahulu Anies terkenal dengan jargon “Orang baik tumbang bukan hanya karena banyaknya orang jahat, tetapi karena orang-orang baik lainnya diam dan mendiamkan”. Ketika Anies harus menyatakan perang terhadap isu SARA dan intimidasi, dia malah merangkul kelompok yang paling rasis seperti FPI. Juga tidak jarang ia malah terlibat langsung dalam menaikkan suhu intimidasi di kalangan massa pendukungnya. Jadi sebenarnya Anies ini orang baik yang sedang “diam dan mendiamkan” atau sudah menjadi bagian dari “orang jahat”-nya?
Kata-kata Motivasi dari Anies (2014).
Anies yang Sudah Menjual Segalanya demi Kuasa
Anies-Sandi dan segenap timses yang bergerak di belakang mereka bisa saja terus memojokkan kompetitor mereka. Tetapi sekarang semua kampanye buruk tersebut malah berbalik menghilangkan simpatik kepada kubu Anies sendiri. Tidak ada yang tersisa tentang segala gagasan elok yang pernah ia lontarkan. Semua itu sekarang tinggal rongsokan.
Tidak ada tenun kebangsaan, tidak ada politik santun, apalagi soal festival gagasan. Dari dulu hanya ngotot soal KJP Plus yang tidak berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Juga rumah DP 0 rupiah yang cicilannya pasti akan mencekik masyarakat kalangan menengah ke bawah. Hanya dengan ngotot bahwa program ini pasti jalan, kalangan bawah diiming-imingi dengan apa yang tidak bisa mereka raih. Lagi-lagi hanya janji yang hanya akan membuat warga makin pedih dan gigit jari nanti.
Alih-alih memperbaiki tawaran-tawaran manis mereka, setiap kritik dan kepedulian sosial terhadap politik demokratis yang sehat malah diresponi dengan ngeles dan bermain sebagai korban. Dalih mereka tak jauh-jauh dari “Kami di-bully”, “Program terobosan kami diserang”, dan lain sebagainya. Padahal masyarakat tidak bodoh. Kami bisa mengerti ke arah mana dampak dari program-program tak jelas ini.
Dengan terus berputar pada penjelasan yang itu-itu saja, mereka telah merendahkan intelegensi dari warga pemerhati politik yang juga peduli pada demokrasi negeri ini. Mas Anies dan Mas Sandi, tolonglah berhenti membodohi kami. Kami ini saudara sebangsa dan setanah air dengan anda. Kenapa hanya demi kursi kuasa, anda tega mempermainkan kami?

Akhir kata dari saya bagi para pembaca (Seword). Kita harus terus menyuarakan stop politisasi agama, stop cara-cara politik yang hanya mengedepankan citra, juga stop komunikasi politik dan narasi kampanye yang membodohi warga. Hentikan juga pesan-pesan politik yang memecah belah bangsa serta bermuatan fitnah. Kami bukan orang bodoh, kami bisa membaca pesan-pesan tersirat dari kalimat-kalimat anda berdua. Dan itu terkadang, maaf saja, menjijikan. Oleh Nikki Tirta (sumber seword.com)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply