Gordang Sambilan
Unknown
00.10
0
Gordang Sambilan sebagai bentuk alat musik pukul (membranophone) merupakan identitas musik yang dimiliki oleh masyarakat Batak-Mandailing, Gordang Sambilan memiliki karakteristik sebagai alat musik pukul yang berasal dari Sumatera Utara Gordang Sambilan secara harfiah berarti sembilan buah gendang, Sembilan buah gendang yang terkait dengan instrumen musik lainnya, pengertian
Gordang Sambilan merupakan penjelasan yang mencakup keseluruhan ensambel Gordang Sambilan termasuk gong, simbal, dan alat musik tiup masyarakat Mandailing.Pengertian secara harfiah gondang mengandung beberapa arti: (1) alat musik; (2) nama lagu atau repertoar; (3) komposisi musik; (4) jenis musik tertentu; dan (5) sebagai musik itu sendiri. Istilah Gordang, ada kaitanya dengan sistem bercocok tanam orang Mandailing di hauma (berladang di bukit-bukit, baik tanaman palawija maupun padi).
Dalam bercocok tanam di hauma ini, ada satu alat semacam "tugal" yang disebut ordang yang digunakan untuk melubangi tanah, setelah tanah berlubang barulah biji-biji tanaman dimasukkan ke dalam tanah dan kemudian ditutup seperlunya dengan tanah. Proses kegiatan bercocok tanam ini disebut mangordang, sedangkan Siregar (1977:87) mendefinisikan Gondang merupakan gendang, dalam arti gondang tunggu-tunggu dua, Gordang adalah gendang, dalam artian sebagai gendang besar (dalam hal ini Gordang Sambilan).
Kaitan antara materi pembentuk (ekologis) dan ritual (simbol) menciptakan suatu kondisi sosial yang terlegitimasi kepada penggunaan Gordang Sambilan yang sarat nilai-nilai ritual-magis. Gordang Sambilan memiliki hubungan ritual, dimana ideologi Gordang Sambilan didasarkan pada interaksi antara masyarakat (manusia) dengan Tuhan (Dewata ataupun penguasa alam) yang diaplikasikan pada bentuk Gordang Sambilan yang besar dari segi ukuran dan suara yang menggemuruh, kesemua hal tersebut bertujuan mendukung korelasi interaksi antara manusia dan “penguasa alam”, yang digambarkan secara umum sebagai sosok yang memiliki kelebihan dari mahluk secara manusiawi. Gordang Sambilan berdasarkan ekologis materi pembentuknya terbuat dari kayu ingul (Ruta Angustifola) yaitu sejenis kayu hutan dengan dinding serat yang tebal dan tidak mudah pecah serta memiliki ketahanan terhadap air. Pilihan rasional atas materi pembentuk Gordang Sambilan memberi petunjuk bahwa nenek moyang Batak-Mandailing pada masa itu telah memiliki pengetahuan yang cukup memadai atas materi pembentuk Gordang Sambilan yang kuat, tahan lama dan juga sebagai pemberian guna kembali kepada roh leluhur atas limpahan kekayaan alam.
Dahulunya materi pembentuk Gordang Sambilan dipilih dari beberapa kayu yang ditebang dan diambil dari beberapa hutan serta gunung, kearifan tradisional ini bertujuan melindungi penggunaan hutan secara berlebih sehingga dalam pengambilan pohon tersebut disertai dengan ritual-ritual dan pembacaan mantra tertentu yang ditujukan kepada roh nenek moyang agar mengizinkan pohon tersebut ditebang.
Pada hakikatnya fungsi dan kegunaan Gordang sambilan tidak berubah namun pada zaman sekarang penggunaannya lebih luas seiring dengan perkembangan musik yang di kenal pada saat sekarang ,dimana gondang sambilan ini dapat tergolong ke dalam musik kontemporer dalam beberapa pergelaran musik yang diselenggarakan.
Sedangkan penggunaannya dalam upacara adat, Gordang Sambilan dimainkan pada upacara perkawinan yang dinamakan Orja Godang Markaroan Boru dan upacara kematian yang dinamakan Orja Mambulungi. Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara adat tersebut, karena untuk kepentigan pribadi maka harus lebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional yang dinamakan Namora Natoras dan Raja Panusunan Bulung sebagai kepala pemerintahan Huta/Banua. Permohonan izin itu dilakukan melalui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja Panusunan Bulung beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara adat. Selain harus mendapat izin dariNamora Natoras dan Raja
Panusunan Bulung untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara tersebut, harus pula disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa yang disebut longit. Jika persaratan tersebut tidak dipenuhi maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan. Dapat ditambahkan bahwa untuk upacara kematian (Orja Manbulungi),gordang yang digunakan hanya dua buah yang terbesar yang dinamakan Jangat, namun dalam konteks penyelenggaraan upacara kematian dinamakan Bombat.
Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gordang berukuran besar dan panjang, gordang sambilan disusun secara bertingkat menurut ukurannya. Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi salah satu ujung lobangnya, kemudian ujung yang lain dituutp dengan menggunakan membran terbuat dari kulit lembu. Kulit tersebut ditegangkan dengan menggunakan rotan, yang juga berfungsi sebagai pengikat. Untuk membunyikan diperlukan pemukul dari kayu. Dalam penggunaannya, alat musik ini juga disertai peragaan benda-benda kebesaran seperti bendera adat, payung odong, dan tombak sijabut.
Masyarakat Mandailing punya belasan irama Gordang Sambilan, ada Gordang Tua, Gordang Manngora Bula Tula, Gordang Sampuara Batu Magulang, Gordang Roba na Mosok, Gordang Ranggas Na Mule-Mule, Gorbang Siutur Sanggul, Gordang Gordang Potir, Gordang Sarama, Gordang Parnungnung, Bombat, dan Bombat Jogo-Jogo. Masing-masing gendang pada alat musik Gordang Sambilan memiliki nama. Mereka adalah Jangat Siangkaan, Jangat Silitonga, Jangat Sianggian, Pangaloi, Pangaloi, Paniga, Paniga, Udong-Kudong, dan Eneng-Eneng. Masing-masing kerajaan di Mandailing harus punya satu ensambel gordang sambilan. Alat musik ini merupakan satu set alat musik sakral yang ditempatkan di sopo godang (balai sidang adat dan kerajaan) atau di satu bangunan khusus yang terletak di dekat bagas godang.
Gordang Sambilan ini memiliki pengiring yang terdiri dari 2 buah Ogung, 1 Doal, tiga Salempong atau Mong-mongan, sebuah alat tiup bernama sarune atau saleot, dan dengan dua buah simbal kecil, semuanya jadi lengkap sembilan. Sembilan instrumen pengiring untuk 9 gendang . Dua buah ogung tersebut adalah ogung boru-boru (gong betina), dan ogung jantan ( gong jantan). Doal, merupakan satu gong yang lebih kecil dan tiga gong yang lebih kecil lagi dinamakan salempong atau mong-mongan. Ada juga alat musik tiup bernama Sarune dan simba kecil yang disebut Tali Sasayat.
sumber:
http://ciricara.com/2012/06/18/mengenal-gordang-sambilan-lebih-dekat/;
http://gordangsally.blogspot.com/
Gordang Sambilan merupakan penjelasan yang mencakup keseluruhan ensambel Gordang Sambilan termasuk gong, simbal, dan alat musik tiup masyarakat Mandailing.Pengertian secara harfiah gondang mengandung beberapa arti: (1) alat musik; (2) nama lagu atau repertoar; (3) komposisi musik; (4) jenis musik tertentu; dan (5) sebagai musik itu sendiri. Istilah Gordang, ada kaitanya dengan sistem bercocok tanam orang Mandailing di hauma (berladang di bukit-bukit, baik tanaman palawija maupun padi).
Dalam bercocok tanam di hauma ini, ada satu alat semacam "tugal" yang disebut ordang yang digunakan untuk melubangi tanah, setelah tanah berlubang barulah biji-biji tanaman dimasukkan ke dalam tanah dan kemudian ditutup seperlunya dengan tanah. Proses kegiatan bercocok tanam ini disebut mangordang, sedangkan Siregar (1977:87) mendefinisikan Gondang merupakan gendang, dalam arti gondang tunggu-tunggu dua, Gordang adalah gendang, dalam artian sebagai gendang besar (dalam hal ini Gordang Sambilan).
Kaitan antara materi pembentuk (ekologis) dan ritual (simbol) menciptakan suatu kondisi sosial yang terlegitimasi kepada penggunaan Gordang Sambilan yang sarat nilai-nilai ritual-magis. Gordang Sambilan memiliki hubungan ritual, dimana ideologi Gordang Sambilan didasarkan pada interaksi antara masyarakat (manusia) dengan Tuhan (Dewata ataupun penguasa alam) yang diaplikasikan pada bentuk Gordang Sambilan yang besar dari segi ukuran dan suara yang menggemuruh, kesemua hal tersebut bertujuan mendukung korelasi interaksi antara manusia dan “penguasa alam”, yang digambarkan secara umum sebagai sosok yang memiliki kelebihan dari mahluk secara manusiawi. Gordang Sambilan berdasarkan ekologis materi pembentuknya terbuat dari kayu ingul (Ruta Angustifola) yaitu sejenis kayu hutan dengan dinding serat yang tebal dan tidak mudah pecah serta memiliki ketahanan terhadap air. Pilihan rasional atas materi pembentuk Gordang Sambilan memberi petunjuk bahwa nenek moyang Batak-Mandailing pada masa itu telah memiliki pengetahuan yang cukup memadai atas materi pembentuk Gordang Sambilan yang kuat, tahan lama dan juga sebagai pemberian guna kembali kepada roh leluhur atas limpahan kekayaan alam.
Dahulunya materi pembentuk Gordang Sambilan dipilih dari beberapa kayu yang ditebang dan diambil dari beberapa hutan serta gunung, kearifan tradisional ini bertujuan melindungi penggunaan hutan secara berlebih sehingga dalam pengambilan pohon tersebut disertai dengan ritual-ritual dan pembacaan mantra tertentu yang ditujukan kepada roh nenek moyang agar mengizinkan pohon tersebut ditebang.
Pada hakikatnya fungsi dan kegunaan Gordang sambilan tidak berubah namun pada zaman sekarang penggunaannya lebih luas seiring dengan perkembangan musik yang di kenal pada saat sekarang ,dimana gondang sambilan ini dapat tergolong ke dalam musik kontemporer dalam beberapa pergelaran musik yang diselenggarakan.
Sedangkan penggunaannya dalam upacara adat, Gordang Sambilan dimainkan pada upacara perkawinan yang dinamakan Orja Godang Markaroan Boru dan upacara kematian yang dinamakan Orja Mambulungi. Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara adat tersebut, karena untuk kepentigan pribadi maka harus lebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional yang dinamakan Namora Natoras dan Raja Panusunan Bulung sebagai kepala pemerintahan Huta/Banua. Permohonan izin itu dilakukan melalui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja Panusunan Bulung beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara adat. Selain harus mendapat izin dariNamora Natoras dan Raja
Panusunan Bulung untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara tersebut, harus pula disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa yang disebut longit. Jika persaratan tersebut tidak dipenuhi maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan. Dapat ditambahkan bahwa untuk upacara kematian (Orja Manbulungi),gordang yang digunakan hanya dua buah yang terbesar yang dinamakan Jangat, namun dalam konteks penyelenggaraan upacara kematian dinamakan Bombat.
Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gordang berukuran besar dan panjang, gordang sambilan disusun secara bertingkat menurut ukurannya. Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi salah satu ujung lobangnya, kemudian ujung yang lain dituutp dengan menggunakan membran terbuat dari kulit lembu. Kulit tersebut ditegangkan dengan menggunakan rotan, yang juga berfungsi sebagai pengikat. Untuk membunyikan diperlukan pemukul dari kayu. Dalam penggunaannya, alat musik ini juga disertai peragaan benda-benda kebesaran seperti bendera adat, payung odong, dan tombak sijabut.
Masyarakat Mandailing punya belasan irama Gordang Sambilan, ada Gordang Tua, Gordang Manngora Bula Tula, Gordang Sampuara Batu Magulang, Gordang Roba na Mosok, Gordang Ranggas Na Mule-Mule, Gorbang Siutur Sanggul, Gordang Gordang Potir, Gordang Sarama, Gordang Parnungnung, Bombat, dan Bombat Jogo-Jogo. Masing-masing gendang pada alat musik Gordang Sambilan memiliki nama. Mereka adalah Jangat Siangkaan, Jangat Silitonga, Jangat Sianggian, Pangaloi, Pangaloi, Paniga, Paniga, Udong-Kudong, dan Eneng-Eneng. Masing-masing kerajaan di Mandailing harus punya satu ensambel gordang sambilan. Alat musik ini merupakan satu set alat musik sakral yang ditempatkan di sopo godang (balai sidang adat dan kerajaan) atau di satu bangunan khusus yang terletak di dekat bagas godang.
Gordang Sambilan ini memiliki pengiring yang terdiri dari 2 buah Ogung, 1 Doal, tiga Salempong atau Mong-mongan, sebuah alat tiup bernama sarune atau saleot, dan dengan dua buah simbal kecil, semuanya jadi lengkap sembilan. Sembilan instrumen pengiring untuk 9 gendang . Dua buah ogung tersebut adalah ogung boru-boru (gong betina), dan ogung jantan ( gong jantan). Doal, merupakan satu gong yang lebih kecil dan tiga gong yang lebih kecil lagi dinamakan salempong atau mong-mongan. Ada juga alat musik tiup bernama Sarune dan simba kecil yang disebut Tali Sasayat.
sumber:
http://ciricara.com/2012/06/18/mengenal-gordang-sambilan-lebih-dekat/;
http://gordangsally.blogspot.com/
Tidak ada komentar